AIR TERJUN DOLO
Kabupaten Kediri memiliki beberapa air terjun yang cantik.Salah satunya, Air Terjun Dolo. Tempat wisata ini terletak di dusun Besuki, Desa Jugo, Kecamatan Mojo,Kediri. Jarak tempuh dari Kota Kediri ke arah barat, kurang lebih 25 kilometer. Meski agak jauh, tapi pemandangan di sepanjang jalan menuju lokasi terbilang sangat indah dan mudah.
Tiba di Besuki, sembari melepas lelah,kita bisa menikmati panorama di Desa Jugo, Mojo,di sekitar menara pemancar relay televisi dan telepon seluler. Disana kita bisa menemukan Air Terjun Irenggolo. Setelah lima menit melalui jalan setapak, air terjun bertrap-trap alami ini bisa kita lihat. Tersembunyi di teduhnya rerimbunan pinus dan hutan, hembusan angin pegunungan, dan suara alam yang unik.
Puas di sini, kita bisa melanjutkan perjalanan ke Dolo. Jarak tempuh dari Besuki sekitar 4 kilometer. Sampai di titik pemberhentian, perjalanan dilanjutkan dengan jalan kaki menuju air terjun. Jalan yang kita lewati terbuat dari bebatuan yang desainnya dipadu dengan lingkungan. Sehingga kesan alami tetap terjaga. Apalagi di saat-saat tertentu, suara kicau burung terdengar tanpa henti.
Setelah kurang lebih 10 menit menapaki jalan lambat laun kita akan mendengar gemricik air terjun. Letak kawasan wisata air terjun ini kurang lebih 1.800 meter di atas permukaan laut. Sedang ketinggian air terjunnya sendiri diperkirakan mencapai 125 meter. Begitu mendekati air terjun ini,kita langsung merasakan butiran-butiran air terjun yang sebagian terbang mengikuti angin. Suara gemuruh airnya seperti melengkapi sensasi Air Terjun Dolo
Kabupaten Kediri memiliki beberapa air terjun yang cantik.Salah satunya, Air Terjun Dolo. Tempat wisata ini terletak di dusun Besuki, Desa Jugo, Kecamatan Mojo,Kediri. Jarak tempuh dari Kota Kediri ke arah barat, kurang lebih 25 kilometer. Meski agak jauh, tapi pemandangan di sepanjang jalan menuju lokasi terbilang sangat indah dan mudah.
Tiba di Besuki, sembari melepas lelah,kita bisa menikmati panorama di Desa Jugo, Mojo,di sekitar menara pemancar relay televisi dan telepon seluler. Disana kita bisa menemukan Air Terjun Irenggolo. Setelah lima menit melalui jalan setapak, air terjun bertrap-trap alami ini bisa kita lihat. Tersembunyi di teduhnya rerimbunan pinus dan hutan, hembusan angin pegunungan, dan suara alam yang unik.
Puas di sini, kita bisa melanjutkan perjalanan ke Dolo. Jarak tempuh dari Besuki sekitar 4 kilometer. Sampai di titik pemberhentian, perjalanan dilanjutkan dengan jalan kaki menuju air terjun. Jalan yang kita lewati terbuat dari bebatuan yang desainnya dipadu dengan lingkungan. Sehingga kesan alami tetap terjaga. Apalagi di saat-saat tertentu, suara kicau burung terdengar tanpa henti.
Setelah kurang lebih 10 menit menapaki jalan lambat laun kita akan mendengar gemricik air terjun. Letak kawasan wisata air terjun ini kurang lebih 1.800 meter di atas permukaan laut. Sedang ketinggian air terjunnya sendiri diperkirakan mencapai 125 meter. Begitu mendekati air terjun ini,kita langsung merasakan butiran-butiran air terjun yang sebagian terbang mengikuti angin. Suara gemuruh airnya seperti melengkapi sensasi Air Terjun Dolo.
GUNUNG KELUD
Sejak abad ke-15, Gunung Kelut telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa. Letusan gunung ini pada tahun 1586 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa.Sebuah sistem untuk mengalihkan aliran lahar telah dibuat secara ekstensif pada tahun 1926 dan masih berfungsi hingga kini setelah letusan pada tahun 1919 memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin menyapu pemukiman penduduk.
Pada abad ke-20, Gunung Kelut tercatat meletus pada tahun 1901, 1919 (1 Mei), 1951, 1966, dan 1990. Tahun 2007 gunung ini kembali meningkat aktivitasnya. Pola ini membawa para ahli gunung api pada siklus 15 tahunan bagi letusan gunung ini.
Aktivitas gunung ini meningkat pada akhir September 2007 dan masih terus berlanjut hingga November tahun yang sama, ditandai dengan meningkatnya suhu air danau kawah, peningkatan kegempaan tremor, serta perubahan warna danau kawah dari kehijauan menjadi putih keruh. Status "awas" (tertinggi) dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sejak 16 Oktober 2007 yang berimplikasi penduduk dalam radius 10 km dari gunung (lebih kurang 135.000 jiwa) yang tinggal di lereng gunung tersebut harus mengungsi. Namun letusan tidak terjadi.
Setelah sempat agak mereda, aktivitas Gunung Kelut kembali meningkat sejak 30 Oktober 2007 dengan peningkatan pesat suhu air danau kawah dan kegempaan vulkanik dangkal. Pada tanggal 3 November 2007 sekitar pukul 16.00 suhu air danau melebihi 74 derajat Celsius, jauh di atas normal gejala letusan sebesar 40 derajat Celsius, sehingga menyebabkan alat pengukur suhu rusak. Getaran gempa tremor dengan amplitudo besar (lebih dari 35mm) menyebabkan petugas pengawas harus mengungsi, namun kembali tidak terjadi letusan.
Akibat aktivitas tinggi tersebut terjdi gejala unik yang baru terjadi dalam sejarah Kelut dengan munculnya asap putih dari tengah danau diikuti dengan kubah lava dari tengah-tengah danau kawah sejak tanggal 5 November 2007 dan terus "tumbuh" hingga berukuran selebar 100m. Para ahli menganggap kubah lava inilah yang menyumbat saluran magma sehingga letusan tidak segera terjadi. Energi untuk letusan dipakai untuk mendorong kubah lava sisa letusan tahun 1990
SEJARAH KOTA KEDIRI
Kota ini awalnya berupa sebuah Kerajaan Kadiri. Tapi pada akhirnya dipilah menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Jenggala dan Kerajaan Panjalu. Raja kerajaan Kediri yang terkenal adalah Jayabaya. Raja ini terkenal dengan karyanya yang berupa Jangka Jayabaya yang berisi sebuah ramalan-ramalan yang akan terjadi pada negeri ini kelak.Setelah kejayaan tersebut, kerajaan Kediri perlahan-lahan tenggelam dan menurut sejarah Raja terakhir Kerajaan Kediri Kertajaya, beliau meninggal dalam petempuran di desa Tumapel dalam perlawanan melawan Ken Arok pada 1222, Ken Arok ialah Raja Singosari yang pertama yang wilayahnya menggantikan Kerajaan Kediri. Kediri pada masa Revolusi Kemerdekaan 1945-1949 pernah dilewati oleh Panglima Besar Jendral Sudirman, Kediri pun mencatat sejarah yang kelam juga ketika era pemberontakan G-30 S, di mana banyak penduduk Kediri yang ikut menjadi korbannya.
GEOGRAFI
Kota ini berjarak ±128 km dari Surabaya , ibu kota provinsi Jawa Timur terletak antara 07°45'-07°55'LS dan 111°05'-112°3' BT. Dari aspek topografi, Kota Kediri terletak pada ketinggian rata-rata 67 m diatas permukaan laut, dengan tingkat kemiringan 0-40%
Struktur wilayah Kota Kediri terbelah menjadi 2 bagian oleh sungai Brantas, yaitu sebelah timur dan barat sungai. Wilayah dataran rendah terletak di bagian timur sungai, meliputi Kec. Kota dan Kec. Pesantren, sedangkan dataran tinggi terletak pada bagian barat sungai yaitu Kec. Mojoroto yang mana di bagian barat sungai ini merupakan lahan kurang subur yang sebagian masuk kawasan lereng Gunung Klotok (472 m) dan Gunung Maskumambang (300 m).
PEREKONOMIAN
Kota ini berkembang seiring meningkatnya kualitas dalam berbagai aspek. Mulai pendidikan, pariwisata, perdagangan, birokrasi pemerintah, hingga olahraga.
Di bidang pariwisata, kota ini mempunyai beragam tempat wisata seperti Kolam Renang Pagora, Tirtayasa, Dermaga Jayabaya, Goa Selomangleng dan Taman Sekartaji. Selain itu kota Kediri juga menawarkan hiburan jalanan seperti yang bisa di jumpai di Jl. Dhoho yang merupakan pusat kota,dan merupakan pusat perbelanjaan pakaian,dimana terdapat banyak pedagang nasi tumpang dan pecel lesehan yang hampir tiap malam dipenuhi oleh masyarakat kediri dari kawula muda sampai tua,yang mencari hiburan di malam hari dengan nuansa kebersamaan. Atau di Taman Sekartaji yang menyediakan berbagai macam makanan dan minuman, merupakan tempat yang nyaman untuk menikmati Kota Kediri di malam hari. Di dekat Taman Sekartaji terdapat bunderan dengan air mancur di tengahnya, di sekitar bunderan ini, di pinggir jalan raya, banyak terdapat penjual jagung bakar yang ramai dikunjungi para kawula muda di akhir pekan. Hal-hal tersebut ditunjang dengan fasilitas-fasilitas penginapan (ada sebuah hotel kelas bintang 3, Grand Surya), pasar swalayan (Sri Ratu,Golden Swalayan, dan Dhoho Plasa,Alun-Alun)dan Kediri Mall yang sedang dibangun, transportasi dan biro wisata.
Di bidang pendidikan, kota ini memiliki puluhan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas yang salah satunya sudah menyandang Sekolah Berstandar Internasional (SBI), beberapaPerguruan Tinggi lokal, Madrasah, hinggaPondok Pesantren, seperti Lirboyo, LDII (Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri ), dan Queen Al-Falah.
Di bawah kepemimpinan Walikota H.A. Maschut, Kota Kediri mengalami berbagai perubahan, misalnya pembangunan mal terbesar, hotel bintang 3 pertama dan kawasan wisata Selomangkleng bertaraf nasional. Maschut juga merencanakan pembangunan jembatan baru, meresmikan pasar grosir pertama di Kota Kediri, merencanakan jalur lingkar luar Kota Kediri ( Simpang Lima Gumul),dan pembangunan ruko.
Perekonomian di Kota ini juga banyak dipengaruhi oleh aktivitas pondok pesantren besar di pusat kota seperti LDII ( Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri ) di mana setiap awal bulan selalu mengadakan acara pengajian akbar yang mengundang ribuan anggotanya.
Kota Kediri sempat menerima penghargaan sebagai kota yang paling kondusif untuk berinvestasi dari sebuah ajang yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat dan kualitas otonomi.Kediri menjadi rujukan para investor yang ingin menanamkan modalnya di kota yang sedang berkembang. Pertumbuhan ekonomi di kota Kediri begitu pesat, hal ini juga didorong oleh sifat konsumtif masyarakat Kediri. Banyaknya perguruan tinggi swasta dan pondok pesantren menarik banyak pendatang yang secara tidak langsung ikut menggairahkan perekonomian kota ini.
Selain di bidang Agama Islam, Agama Katolik cukup pesat berkembang di kota ini, ditandaiadanya Gua Maria Puh Sarang.
Budaya Kediri
KESENIAN JARANAN DAN KETHEK OGLENG KEDIRI
Ragam kesenian di Kabupaten Kediri tentunya tidak lepas dari sejarah kerajaan Kediri.Beberapa kesenian khas daerah yang dapat dinikmati wisatawan antara lain Seni Jaranan, kethek ogleng dll
Kesenian Jaranan menyuguhkan berbagai atraksi menarik yang kadang mampu membangkitkan rasa takjub.Atraksi gerak pemain dengan diiringi tabuhan gamelan serta sesekali diselingi unsur magis menjadikan kesenian ini layak ditonton.
Di Kabupaten Kediri terdapat beberapa kesenian Jaranan yang dapat dinikmati diantaranya Jaranan Senterewe, Jaranan Pegon, Jaranan Dor, dan Jaranan Jowo. Jaranan Jowo merupakan salah satu kesenian Jaranan yang mengandung unsur magis dalam tariannya. Dimana pada puncaknya penari akan mengalami TRANCE (kesurupan) dan melakukan aksi berbahaya yang terkadang di luar akal manusia.
Sedangkan Jaranan Dor, Jaranan Pegon, dan Jaranan Senterewe lebih mengedepan kan kreatifitas gerak dengan iringan musik yang dinamis. Jaranan Senterewe merupakan jaranan yang digemari, karena dalam penampilannya selalu disertai hiburan lagu-lagu yang bernada diatonis. Seluruh kesenian jaranandi Kabupaten Kediri berada di bawah naungan Paguyuban Seni Jaranan (PASJAR) Kabupaten Kediri. Pemakeman Jaranan Kediri mengalami kendala karena hampir di setipa daerah terdapat kesenian ini, terutama daerah sekitar kediri, namun berbeda gerakanya. Perlu kajian sejarah untuk menetapkan pakem.
Sejarah Jaranan
Jaranan, sebenarnya menggambarkan cerita masa lalu, ketika Raja Bantar Angin, seorang raja dari Ponorogo bermaksud melamar Dewi Songgolangit, putri cantik dari kerajaan Kediri, atau yang biasa disebut juga dengan Dewi Sekartaji atau Galuh Candra Kirana. Konon menurut cerita, karena wajahnya jelek, Raja Bantar Angin akhirnya menyuruh Patihnya, yang bernama Pujangga Anom, seorang patih yang dikenal sangat tampan. Agar Dewi Sekartaji tidak tertarik dengan Patih Pujangga Anom, Raja Bantar Angin memintanya memakai sebuah topeng buruk rupa. Lalu Patih Pujangga Anom, datang ke kerajaan Kediri, menyampaikan maksud rajanya. Putri Sekartaji, yang mengetahui Patih Pujangga Anom mengenakan topeng, merasa tersinggung, lalu menyumpahi agar topeng tersebut, tidak bisa dilepas seumur hidup. Raja Bantarangin, akhirnya datang sendiri ke Kerajaan Kediri. Sebagai gantinya, Dewi Songgolangit meminta 3 persyaratan. Jika Raja Bantarangin bisa memenuhi, dirinya bersedia diperistri. Tiga syarat tersebut, binatang berkepala dua, 100 pasukan berkuda warna putih, dan alat musik yang bisa berbunyi jika dipukul bersamaan. Sayangnya, Raja Bantarangin, hanya bisa memenuhi 2 dari 3 persyaratan tersebut, 100 kuda warna putih yang digambarkan dengan kuda lumping, alat musik yang bisa dipukul bersamaan yakni gamelan. Sehingga, terjadi pertempuran diantara keduanya. Kerajaan Kediri, datang dengan membawa pasukan berkuda, yang kini digambarkan sebagai jaranan, sementara Kerajaan Ponorogo membawa pasukan, yang kini digambarkan sebagai kesenian Reog Ponorogo.
Diperjalanan, terjadi pertempuran. Raja Ponorogo yang marah, membabat macan putih yang ditunggani patih kerajaan Kediri, dengan cambuk samandiman, hingga akhirnya melayang ke kepala salah satu kesatria dari Ponorogo. Bersamaan dengan kejadian tersebut, seekor burung merak, kemudian juga menempel dikepala kesatria tersebut, sehingga ada kepala manusia yang ditempeli kepala macan putih dan merak, ini yang sekarang disimbolkan reog Ponorogo. Bahkan, dalam tarian reog, semua penari juga membawa cambuk. Sementara dalam kesenian jaranan, menggambarkan pasukan berkuda Dewi Sekartaji yang hendak melawan Raja Ponorogo. Barongan, Celeng dan atribut didalamnya, sebagai simbol, selama dalam perjalanan menuju Ponorogo yang melewati hutan belantara, pasukan juga dihadang berbagai hal, seperti naga, dan hewan hewan liar lainnya.
KETHEK OGLENG
Selain jaranan, Kediri juga punya kesenian khas yang lain. Bahkan, tari yang dicuplik dari kisah asmara Panji Asmarabangun dan Dewi Kilisuci tersebut juga sudah mendunia. Tapi sekarang tari ini terancam punah. Bagi komunitas seniman Kediri, nama Guntur sudah tidak asing lagi. Dedikasinya terhadap dunia seni bahkan sudah membawanya hingga ke berbagai negara di dunia. Memperkenalkan tari nasional ke seluruh dunia. Salah satunya adalah mempertontonkan tari Kethek Ogleng. Menurut Guntur, tari Kethek Ogleng sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Tari ini mengalami masa puncak pada era 70-an. Seiring berjalannya waktu, tari Kthek Ogleng perlahan-lahan mulai jarang ditampilkan. Pada era 90-an kegemaran masyarakat dan seniman mulai bergeser. Mereka lebih suka memainkan jaranan yang gerakan dan musiknya lebih sederhana. Tak heran bila saat ini warga Kediri lebih mengenal jaranan sebagai seni khas Kediri dibandingkan Kethek Ogleng. Apa yang membuat Kethek Ogleng menjadi kesenian khas Kediri? Guntur mengatakan sebenarnya tari tersebut berasal dari legenda Kota Kediri. Yaitu kisah percintaan Panji Asmorobangun dengan Dewi Sekartaji dalam Cerita Panji.
Kera atau kethek yang ditampilkan pada cerita tersebut adalah jelmaan dari Panji Asmorobangun. Dia berubah wujud menjadi seekor kera putih yang sedang mencari calon pendamping hidup.
Saat berkelana di hutan kera putih berjumpa dengan Endang Roro Setompe yang merupakan nama lain dari Dewi Sekartaji. Melihat sosok Dewi Sekartaji yang cantik jelita, Panji pun tergoda. Namun sayangnya Sekartaji tidak mau memiliki suami seeekor kera. “Akhirnya Sekartaji meninggalkan kera sendirian di tengah hutan,” cerita Guntur.
Cerita itulah yang kemudian ditampilkan dalam bentuk satu tarian dengan nama Kethek Ogleng. Sebenarnya untuk bisa menampilkan kesenian itu hanya dibutuhkan dua orang penari dengan iringan musik gamelan. Penari pertama berperan sebagai kera putih dan penari kedua berperan sebagai Dewi Kilisuci.
makanan dan oleh-oleh khas, seperti stik tahu, tahu takwa (tahu kuning), gethuk pisang, krupuk pasir dan nasi tumpang, pecel, tumpang, bekicot
Tidak ada komentar:
Posting Komentar